Halaman

Jumat, 28 September 2012

Obor


                       Inilah cerita tentang pilihanku. Realitaku dalam memilih akan seperti apa dan bagaimana aku merancang kehidupanku selanjutnya. Aku, adalah seorang gadis remaja yang beranjak pasti bermetamorfosis menjadi seorang wanita dewasa.

                   Awalnya dalam imajinasi ini terlihat menyenangkan menjadi seseorang yang berkuasa dalam memegang hidupnya sendiri, tanpa seragam. Memiliki aturan yang kendali penuhnya ada dikedua tangan sendiri. Sebagaimana mimpi yang diolah dan diupayakan sendiri.
                   Saat ini, itulah yang aku lakukan. Saat ini, itulah yang kujalani. Saat ini itulah yang kuupayakan dengan segala obsesi, kerja keras dan pada akhirnya sebuah kesadaran penuh bahwa kedepan tak akan semudah seperti yang dibayangkan.
                   Disinilah aku memulainya. Menuntut ilmu dalam studi yang tingkatannya lebih tinggi. Memprosesku menjadi seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan mental yang mumpuni untuk cita-citaku. Dan segala persiapan untuk proses itu berawal dari sini, Universitas Gunadarma.
                   Siapa yang tahu rencana Tuhan? begitu pula aku. Aku tak tau bagaimana pensil dan penghapus penulis takdirku dirancang oleh Tuhan. Tapi, aku percaya segalanya tak ada yang kebetulan, aku percaya bahwa Tuhan selalu tau dan mampu mengetahui bahkan mengkoreksi segala yang baik bagi hidup kita seluruh umat manusia.
                  
                   Awalnya rencanaku adalah ingin melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi di Luar Negri, seperti angan-angan dan rencanaku serta Alm.ayahku. Mengambil jurusan Hubungan Internasional agar cita-citaku menjadi diplomat dapat tercapai.
                   Tapi sekali lagi, siapa yang tau rencana Tuhan? Alm.Ayahku telah terlebih dulu dipanggil oleh Allah SWT. Sejak itulah hidupku dan adikku berubah. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dan sebagai anak tertua aku paham dan sadar betul bahwa akulah tumpuan untuk adikku setelah Alm.ayah meninggal.
                   Dan upaya pertamaku untuk melanjutkan studi di Perguruan Tinggi adalah mengikuti tes SNMPTN, sebuah seleksi masuk skala nasional di Indonesia untuk masuk Perguruan Tinggi Negri, setelah itu gagal. Tidak hanya disitu, aku juga mengupayakan tes Perguruan Tinggi Negri secara mandiri di beberapa Perguruan Tinggi Negri di Indonesia, dan untuk kesekian kalinya aku gagal.
                    Pada akhirnya aku mengikuti tes masuk di beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Setelah beberapa dari Perguruan Tinggi Swasta itu aku dinyatakan lulus dengan hasil yang sangat baik, kemudian logikaku mulai menghitung dan mengukur bagaimana studiku ini bisa selesai dengan baik tanpa mengganggu sekolah adikku dalam keterbatasan yang kita milikki. Pilihanku jatuh pada Universitas Gunadarma.
                   Alasanku karena, dalam hitunganku Universitas Gunadarma adalah Perguruan Tinggi Swasta yang berpredikat baik serta biaya kuliahnya mendekati dengan kemampuan yang kumiliki.
                   Sayangnya, di Universitas Gunadarma tidak ada FISIP terutama Hubungan Internasional seperti yang ku cita-citakan. Dan untuk kedua kalinya logikaku menimbang bagaimana caranya agar nantinya aku bisa mendekati cita-citaku walaupun tidak sedemikian samanya. Dan bagaimana agar nantinya aku dapat menggunakan ilmu yang kupelajari di Perguruan Tinggi untuk bekerja yang berpeluang besar untuk mendekati cita-citaku dan diperlukan oleh banyak orang. Dan kuputuskan untuk mengambil Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Gunadarma.
                   Awalnya ada rasa bersalah karena aku tidak bisa masuk Perguruan Tinggi Negri, tapi sekarang tidak lagi. Universitas Gunadarma  membuka mata berfikirku bahwa saat bekerja adalah bagaimana sebagai individu kita bisa dan mampu untuk survive dan unggul dalam bekerja. Walaupun politik mekanisme almamater masih jamak terjadi, tapi jika Tuhan sudah berkata lain bagi seseorang, apa yang tidak mungkin? Dan yang aku tau pasti tentang Tuhan, Ia tak pernah tidur, tangan Tuhan selalu bekerja bagi orang-orang yang berusaha dengan maksimal tanpa putus asa.
                   Dan hari itu, saat PPSPPT sebuah acara dimana Universitas Gunadarma menerima secara resmi bagi para mahasiswa baru Universitas Gunadarma sebagai bagian dari Universitas, aku menerima almamater. Awalnya aku hanya diam, tapi ada satu titik yang akhirnya membuatku berfikir. Obor, tertera lambang obor dalam segi lima yang berkobar di almamater Universitas Gunadarma.
                  

                   Mungkin jika Tuhan tidak memberi aku daya berfikir untuk hal tersirat dalam lambang Universitas Gunadarma, aku tak akan mungkin bicara begini. Saat itu Tuhan memberiku keterbukaan berfikir bahwa obor semangat itu akan tetap berkobar bahkan ditempat yang tak terduga oleh kita yang tidak maha ngetahui, karena Tuhan yang maha mengetahui lebih tau dan mengerti apa yang kita butuhkan dan yang lebih baik.
                   Segalanya berawal dari sini, diri sendiri dan Universitas Gunadarma yang bersedia menerimaku untuk dididik. Universitas Gunadarma bukanlah komplementer atau bahkan substitusi ketika kita tidak diterima ditempat manapun untuk menuntut ilmu. Tapi, disini adalah sebuah lembaga pendidikan yang membuka pintu seluas-luasnya untuk banyak orang yang masih menginginkan untuk menuntut ilmu. Tanpa ‘demand’ berlebih bagi mereka yang mungkin kurang mampu secara financial.
                   Lalu apalagi? Bukankah ini yang terbaik untuk saat ini yang Tuhan berikan? Kini aku hanya ingin bersyukur, kepada Tuhan, dan mencoba berusaha keras untuk berdedikasi memberikan yang terbaik untuk Perguruan Tinggi yang telah menerimaku untuk dididik dan menuntut ilmu yaitu, Universitas Gunadarma.