Inilah cerita tentang pilihanku. Realitaku dalam memilih akan
seperti apa dan bagaimana aku merancang kehidupanku selanjutnya. Aku, adalah
seorang gadis remaja yang beranjak pasti bermetamorfosis menjadi seorang wanita
dewasa.
Awalnya
dalam imajinasi ini terlihat menyenangkan menjadi seseorang yang berkuasa dalam
memegang hidupnya sendiri, tanpa seragam. Memiliki aturan yang kendali penuhnya
ada dikedua tangan sendiri. Sebagaimana mimpi yang diolah dan diupayakan
sendiri.
Saat
ini, itulah yang aku lakukan. Saat ini, itulah yang kujalani. Saat ini itulah
yang kuupayakan dengan segala obsesi, kerja keras dan pada akhirnya sebuah kesadaran
penuh bahwa kedepan tak akan semudah seperti yang dibayangkan.
Disinilah
aku memulainya. Menuntut ilmu dalam studi yang tingkatannya lebih tinggi.
Memprosesku menjadi seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
mental yang mumpuni untuk cita-citaku. Dan segala persiapan untuk proses itu
berawal dari sini, Universitas Gunadarma.
Siapa
yang tahu rencana Tuhan? begitu pula aku. Aku tak tau bagaimana pensil dan
penghapus penulis takdirku dirancang oleh Tuhan. Tapi, aku percaya segalanya
tak ada yang kebetulan, aku percaya bahwa Tuhan selalu tau dan mampu mengetahui
bahkan mengkoreksi segala yang baik bagi hidup kita seluruh umat manusia.
Awalnya
rencanaku adalah ingin melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi di Luar Negri,
seperti angan-angan dan rencanaku serta Alm.ayahku. Mengambil jurusan Hubungan
Internasional agar cita-citaku menjadi diplomat dapat tercapai.
Tapi
sekali lagi, siapa yang tau rencana Tuhan? Alm.Ayahku telah terlebih dulu
dipanggil oleh Allah SWT. Sejak itulah hidupku dan adikku berubah. Aku adalah
anak pertama dari dua bersaudara. Dan sebagai anak tertua aku paham dan sadar
betul bahwa akulah tumpuan untuk adikku setelah Alm.ayah meninggal.
Dan
upaya pertamaku untuk melanjutkan studi di Perguruan Tinggi adalah mengikuti
tes SNMPTN, sebuah seleksi masuk skala nasional di Indonesia untuk masuk
Perguruan Tinggi Negri, setelah itu gagal. Tidak hanya disitu, aku juga
mengupayakan tes Perguruan Tinggi Negri secara mandiri di beberapa Perguruan
Tinggi Negri di Indonesia, dan untuk kesekian kalinya aku gagal.
Pada akhirnya aku mengikuti tes masuk di
beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, terutama di Jakarta dan
sekitarnya. Setelah beberapa dari Perguruan Tinggi Swasta itu aku dinyatakan
lulus dengan hasil yang sangat baik, kemudian logikaku mulai menghitung dan
mengukur bagaimana studiku ini bisa selesai dengan baik tanpa mengganggu
sekolah adikku dalam keterbatasan yang kita milikki. Pilihanku jatuh pada
Universitas Gunadarma.
Alasanku
karena, dalam hitunganku Universitas Gunadarma adalah Perguruan Tinggi Swasta
yang berpredikat baik serta biaya kuliahnya mendekati dengan kemampuan yang
kumiliki.
Sayangnya,
di Universitas Gunadarma tidak ada FISIP terutama Hubungan Internasional
seperti yang ku cita-citakan. Dan untuk kedua kalinya logikaku menimbang
bagaimana caranya agar nantinya aku bisa mendekati cita-citaku walaupun tidak
sedemikian samanya. Dan bagaimana agar nantinya aku dapat menggunakan ilmu yang
kupelajari di Perguruan Tinggi untuk bekerja yang berpeluang besar untuk
mendekati cita-citaku dan diperlukan oleh banyak orang. Dan kuputuskan untuk
mengambil Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Gunadarma.
Awalnya
ada rasa bersalah karena aku tidak bisa masuk Perguruan Tinggi Negri, tapi
sekarang tidak lagi. Universitas Gunadarma
membuka mata berfikirku bahwa saat bekerja adalah bagaimana sebagai
individu kita bisa dan mampu untuk survive dan unggul dalam bekerja. Walaupun
politik mekanisme almamater masih jamak terjadi, tapi jika Tuhan sudah berkata
lain bagi seseorang, apa yang tidak mungkin? Dan yang aku tau pasti tentang
Tuhan, Ia tak pernah tidur, tangan Tuhan selalu bekerja bagi orang-orang yang
berusaha dengan maksimal tanpa putus asa.
Dan
hari itu, saat PPSPPT sebuah acara dimana Universitas Gunadarma menerima secara
resmi bagi para mahasiswa baru Universitas Gunadarma sebagai bagian dari
Universitas, aku menerima almamater. Awalnya aku hanya diam, tapi ada satu
titik yang akhirnya membuatku berfikir. Obor, tertera lambang obor dalam segi
lima yang berkobar di almamater Universitas Gunadarma.
Mungkin
jika Tuhan tidak memberi aku daya berfikir untuk hal tersirat dalam lambang
Universitas Gunadarma, aku tak akan mungkin bicara begini. Saat itu Tuhan
memberiku keterbukaan berfikir bahwa obor semangat itu akan tetap berkobar bahkan
ditempat yang tak terduga oleh kita yang tidak maha ngetahui, karena Tuhan yang
maha mengetahui lebih tau dan mengerti apa yang kita butuhkan dan yang lebih
baik.
Segalanya
berawal dari sini, diri sendiri dan Universitas Gunadarma yang bersedia
menerimaku untuk dididik. Universitas Gunadarma bukanlah komplementer atau
bahkan substitusi ketika kita tidak diterima ditempat manapun untuk menuntut
ilmu. Tapi, disini adalah sebuah lembaga pendidikan yang membuka pintu
seluas-luasnya untuk banyak orang yang masih menginginkan untuk menuntut ilmu.
Tanpa ‘demand’ berlebih bagi mereka yang mungkin kurang mampu secara financial.
Lalu
apalagi? Bukankah ini yang terbaik untuk saat ini yang Tuhan berikan? Kini aku
hanya ingin bersyukur, kepada Tuhan, dan mencoba berusaha keras untuk
berdedikasi memberikan yang terbaik untuk Perguruan Tinggi yang telah
menerimaku untuk dididik dan menuntut ilmu yaitu, Universitas Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar