Perkembangan Sistem Ekonomi
Semakin bertambahnya jumlah manusia beserta kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya sistem perekonomian yang lebih teratur dan terencana. Sistem barter tidak lagi dapat dipertahankan, mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi, seperti :
- Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama.
- Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan.
- Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda.
- Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar.
a. Sistem Perekonomian Pasar (Liberalisme/Kapitalisme)
Di dalam sistem ini setiap orang diberi kebebasan unutk melaksanakan kegiatan perekonomian, baik dalam hal kegiatan menjual dan membeli barang yang mereka inginkan serta kebebasan dalam memiliki faktor-faktor produksi. Semua orang bebas bersaing untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, sebagai akibatnya barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran dan permintaan pasar. Beberapa ciri-ciri sistem ekonomi pasar, antara lain :
a. Penjaminan atas hak milik perseorangan/swasta
b. Kebebasan penuh dalam berusaha
c. Motif mementingkan diri sendiri
d. Terjadinya persaingan bebas
e. Harga ditentukan oleh mekanisme pasar
f. Peranan pemerintah terbatas
Secara umum karakteristik sistem ekonomi liberal/ kapitalisme adalah:
a) Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahawan) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta.
b) Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku.
c) Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi.
b. Sistem Perekonomian Perencanaan (Etatisme/ Sosialis)
Di dalam sistem ekonomi sosialis pemerintah diharuskan memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi, namun kepemilikkan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara. Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Adapun beberapa ciri-ciri sistem ekonomi sosialis, yaitu :
a) Semua faktor produksi dikuasai oleh negara sehingga kepemilikkan individu dan swasta tidak diakui.
b) Negara sepenuhnya mengatur kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan distribusi.
c) Output dibagikan merata kepada masyarakat.
d) Semua permasalahan perekonomian yang timbul dipecahkan oleh pemerintah pusat.
c. Sistem Perekonomian Campuran
Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi ‘logis’ dari ketidaksempurnaan kedua sistem ekonomi di atas (liberalisme dan etatisme). Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidak sanggupan sistem liberalis, langah Gorbachev dan bubarnya kelompok negara-negara komunis, menjadi bukti pula kerapuhan sistem etatisme.
Sistem campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua sistem tersebut, diantaranya menyarankan perlunya campur tangan pemerintah secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksankan kegiatan ekonominya. Dengan keinginan seperti ini, banyak negara kemudian memilih sistem ekonomi campuran ini.
3. Sistem Perekonomian Indonesia
a. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakitilah suatu bentuk ekonomi Pancasila yang di dalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
b. Sistem Perekonomian Indonesia Berdasarkan Demokrasi Ekonomi
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, sistem perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993) :
· Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
· Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
· Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
· Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dngan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
· Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
· Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
· Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
c. Sistem Perekonomian Indonesia sangat Menentang adanya sistem Free fight liberalism, Etatisme, dan Monopoli
Dengan demikian, di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya:
a) Free fight liberalism, ialah adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah. Dengan dampak semakin bertambah luasnya jurang pemisah kaya dan miskin.
b) Etatisme, yaitu keikutsertaan pemerintahan yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
c) Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’.
Pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an s/d tahun1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun1960-an s/d masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 s/d tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
§ Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
§ Program/ Sumitro Plan tahun 1951
§ Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
Namun demikian ke semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah :
· Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan, seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
· Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
· Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
· Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping putusan individu/ pribadi, dan partai lebih dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
· Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 – 1965).
Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukit-bukit berikut :
o Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
o Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
Keadaan tersebut masih dipaparkan dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.
d. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 s/d1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat untuk kembali menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945.
Dengan demikian sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk :
o Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal/ kapitalis dan etatisme/ komunis).
o Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa :
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.
4. Para Pelaku Ekonomi
a. Tiga Pelaku Ekonomi (Agen-agen pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi)
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
· Pemilik faktor produksi
· Konsumen
· Produsen
Maka jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi :
· Sektor rumah tangga
· Sektor swasta
· Sektor pemerintah
· Sektor luar negeri
Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok (sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi), yakni:
Sek. Swasta àKoperasi àSek. Pemerintah
Sek. Pemerintah à Sek. Swasta à Koperasi
Koperasi à Sek. Pemerintah à Sek. Swasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar