Masih ingat Cicak vs Buaya pada 2009. Istilah itu pertama kali muncul dari mulut Komjen Susno Duadji, waktu itu Kabareskrim Mabes Polri, dalam satu wawancaranya di majalah Tempo.
Susno menyebut Cicak untuk menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Mabes Polri sebagai Buaya. Ketika itu, Susno berang karena tahu dirinya disadap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan isu penyuapan yang melibatkan dirinya. Saat itu muncul konfrontasi antara Mabes Polri dan KPK.
Kini apakah akan terjadi versi Cicak vs Buaya Jilid II ketika KPK secara mengejutkan menetapkan status tersangka terhadap Komjen Budi Gunawan, Kalemdiklat Mabes Polri? Kalau melihat skalanya, penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan sepertinya akan melebihi Cicak vs Buaya Jilid I.
Bukan saja Budi adalah bintang tiga di Mabes Polri, Budi Gunawan adalah calon yang ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Pol. Sutarman. Surat Presiden Jokowi bahkan sudah dikirim ke DPR untuk dibahas.
KASUS SUAP
KPK menetapkan calon Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan.
"Menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK di Jakarta, Selasa (13/1/2015).
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Apabila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
"Perlu saya jelaskan KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014, sudah setengah tahun lebih kami melakukan penyelidikan terhadap kasus transaki tidak wajar terhadap pejabat negara itu, pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan telah menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidkan ke penyidikan tanggal 12 Januari 2015," ungkap Abraham.
Kesimpulan itu diambil dalam forum eksose (gelar perkara) yang dilakukan tim penyidik, penyelidik, jaksa, dan seluruh pimpinan.
"Sekarang waktunya kita memberikan penjelasan resmi, kami mencoba menahan diri bahwa Komjen BG saat pencalonan menteri dan dilakukan penelusuran rekam jejak maka yang bersangkutan sudah diusulkan sebagai menteri tapi karena KPK sedang menangani kasusnya maka kami berikan catatan merah, jadi tidak elok kalau diteruskan (sebagai menteri)," jelas Abraham.
Namun Abraham menolak berapa jumlah rekening mencurigakan milik Budi tersebut.
Presiden Joko Widodo mengajukan nama Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut kepada DPR pada Jumat (9/1) tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). (Antara/Bisnis.com)
Presiden Joko Widodo mengajukan nama Kepala Lembaga Pendidikan Polri tersebut kepada DPR pada Jumat (9/1) tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). (Antara/Bisnis.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar